Selasa, 12 Juni 2012

Tugas Terakhir Softskill



Jelaskan bagaimana cara mengupload tugas dan tulisan ?

  1.  Buatlah tugas dan tulisan yang ingin di buat dengan mencari bahan tugas dan tulisan di berbagai sumber seperti internet, buku, blog dan lainnya lalu simpan dokumen di Microsoft word.
  2.  kemudian anda  log-in di blog anda , dan masuk ke dalam blogger anda dan pilih entri baru, setelah itu anda masukan tugas dan tulisan yang ingin di share.
  3.  setelah anda masukan tugas atau tulisan anda, jangan upa untuk di beri judul postingan dan jangan lupa juga untuk memberikan sumber referensi yang anda ambil. Setelah semua telah di masukan maka anda pilih publikasikan dan hasilnya akan ada di blog anda.
  4.  setelah tugas atau tulisan anda sudah ada di blog anda lalu copy alamat link tugas atau tulisan anda.
  5.  kemudian buka  http://studentsite.gunadarma.ac.id/login.php untuk log-in , kemudian masuk ke dalam student site anda.
  6. setelah itu anda upload tulisannya dengan caraa masuk ke dalam menu student site lalu pilih UG portofolio(tugas) untuk memasukan tugas dan pilih UG portofolio(tulisan) untuk memasukan tulisan.
  7.  masukan judul postingan dan masukan URL nya dengan cara meng paste copian link tulisan kita buat tadi. Jika sudah pilih submit dan tulisan berhasil di posting ke studentsite.

Jelaskan apa dan bagaimana perkuliahan soft skill?

Perkuliahan softskill menurut saya adalah suatu perkuliahan dimana mahasiswa di tuntut untuk mengembangkan softskill nya selain hardskill nya. Dimana pada perkuliahan ini mahasiswa mengggunakan layanan situs blog dan studentsite untuk mengupload tugas dan tulisan yang tidak perlu mengumpulkan tugas setiap minggu nya dengan print out dan perkuliahan ini dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi sebagai media pengajaran nya sehingga mahasiswa dapat dengan mudah mengembangkan tugas dan tulisan nya.

Tugas Asas Kewarganegaraan



Asas Kewarganegaraan
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan, Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal. adapun asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini antara lain :
  1. Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
  3. Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang anak hanya apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu ibu tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Berdasarkan undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita  WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menentukan pilihannya, dan pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan perkembangan baru yang positif bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Namun perlu di telaah, apakah pemberian dua kewarganegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari atau tidak, karena bagaimanapun memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk kepada dua yurisdiksi, dan apabila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lainnya tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila terdapat pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana, dan bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Sumber :  http://www.tanyahukum.com/ketatanegaraan/175/asas-asas-kewarganegaraan/

Peraturan Imigrasi



Peraturan imigrasi Adalah hak prerogatif negara berdaulat untuk mengatur migrasi internasional di perbatasan mereka. Negara tuan rumah terpusat pada jumlah dan jenis imigran potensial.
Membatasi Mereka di Pindahkan
Ada banyak kebijakan resmi negara biasanya diberlakukan untuk mengontrol imigrasi. Mereka termasuk:
  • Kuota sistem yang istimewa beberapa imigran atas orang lain-yakni beberapa mengutamakan terampil lebih pekerja tidak terampil, beberapa berusaha untuk mencapai keseimbangan antara negara-negara asal;
  • Titik sistem yang preferensi penghargaan kepada pemohon tertentu;
  • Kebijakan yang mengutamakan reunifikasi keluarga;
  • Khusus waktu terbatas visa untuk pendidikan, pekerjaan sementara atau musiman, dan perjalanan;
  • Khusus kategori visa untuk imigran yang berkomitmen untuk melakukan investasi keuangan;
  • Lotere visa umum untuk kategori yang tidak ditentukan imigran, dan
  • Amnesti program untuk imigran yang tinggal di negara tuan rumah secara ilegal yang memberikan status hukum berdasarkan pedoman tertentu.
Langkah-langkah ini biasanya diawasi oleh birokrasi besar kantor federal dan negara bagian yang lapangan permintaan aplikasi dari imigran potensial. Permintaan izin untuk masuk ke suatu negara biasanya dibuat di kedutaan negara tuan rumah atau di pintu masuk ke negara tuan rumah.
Aplikasi untuk imigrasi dan suaka-seeking kadang-kadang diolah oleh para pejabat negara tuan rumah dalam calon negara migran asal atau negara ketiga lainnya, untuk meningkatkan verifikasi rincian aplikasi (mengakses catatan negara asal) dan untuk mencegah imigrasi ilegal.

Prosedural Pembatasan

Peraturan hukum formal dan penegakan hanya bagian dari gambar. Cara di mana langkah-langkah ini diimplementasikan di lapangan sering memiliki efek menghalangi imigran legal dan ilegal. Dengan membuat persyaratan formal merepotkan dan memberatkan para calon migran, negara tuan rumah secara informal dapat membatasi pelamar. Hal ini terjadi ketika dokumen adalah terlalu rumit, mahal, atau tidak cukup diterjemahkan, atau ketika pemohon diwajibkan untuk melakukan perjalanan untuk mengajukan makalah atau untuk menghasilkan dokumen pendukung yang sulit diperoleh dari pemerintah negara mereka rumah.
Pembatasan prosedural juga mulai berlaku ketika bea cukai atau imigrasi pejabat tidak cukup dilatih atau diperbolehkan kebijaksanaan yang berlebihan atas kasus-kasus pelamar individu. Banyak migran telah berpaling atau diperlukan untuk menyelesaikan langkah-langkah yang tidak perlu berdasarkan keputusan pribadi pejabat itu ia bertemu di perbatasan, di telepon, atau di kedutaan. Banyak ahli merasa ini adalah cara informal mengistimewakan pendatang terampil - memungkinkan suatu negara untuk "ceri memilih" para imigran paling berbakat tetap mempertahankan kebijakan imigrasi resmi liberal.
Kesulitan Peraturan Imigrasi di Masyarakat Liberal
Negara yang paling populer tujuan di dunia sebagian besar demokratis, masyarakat liberal (demokratis dan liberal dalam huruf kecil menandakan komitmen untuk dan perlindungan kebebasan sipil). Hal ini sangat sulit bagi negara-negara untuk mengontrol gerakan dan pekerjaan orang sebagai masyarakat totaliter mungkin. Negara-negara penerima utama seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, Perancis, dan Jerman cenderung untuk menempatkan premi yang tinggi pada hak-hak sipil di antara warga negara mereka sendiri, dan dengan ekstensi umumnya memberikan perlindungan yang sama kepada semua warga. Perlakuan terhadap imigran menguji komitmen negara-negara 'dengan prinsip-prinsip mereka sendiri demokrasi dan prinsip HAM internasional. Mereka sering terhambat dalam upaya untuk mengendalikan imigrasi oleh hukum mereka sendiri, sistem pengadilan, dan retorika.
Selain itu, negara-negara ini, sebagai pencipta dan pendukung institusi internasional, berada di bawah tekanan dari masyarakat internasional untuk menghormati konvensi internasional dan norma-norma. Sebagai contoh:
  • Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang negara-negara ini adalah penandatangan, menyatakan bahwa "Setiap orang berhak untuk meninggalkan negara manapun, termasuk negaranya sendiri," dan "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negara lain dari penganiayaan. "
  • Protokol PBB Menentang Penyelundupan Migran mengakui "bahwa migrasi ilegal itu sendiri adalah bukan kejahatan."
  • Pada tahun 2006, Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa "dampak terburuk (migrasi) timbul dari upaya untuk mengontrolnya.
Dalam usaha untuk mengendalikan migrasi, negara tujuan utama sangat rentan terhadap penamaan dan mempermalukan para pendukung dari hak asasi manusia, nasional dan internasional. Imigrasi ahli Kristen Joppke menulis bahwa demokrasi industri kaya dengan demikian, sebagian besar, "self-terbatas" dalam mengejar kontrol imigrasi ketat. Sebuah de-facto "jangan tanya, jangan bilang" pendekatan sering berlaku dan merupakan toleransi pasif migrasi tidak teratur. 
sumber referensi :

Faktor penyebab konflik dan kriminalitas serta cara mengatasinya




Faktor Penyebab konflik :
  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendiriankelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politikekonomisosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Faktor penyebab kriminalitas :
Separovic (Weda, 1996:76) mengemukakan, bahwa :
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan yaitu (1) faktor personal, termasuk di dalamnya faktor biologis (umur, jenis kelamin, keadaan mental dan lain-lain) dan psikologis (agresivitas, kecerobohan, dan keteransingan), dan (2) faktor situasional, seperti situasi konflik, faktor tempat dan waktu.

Dalam perkembangan, terdapat beberapa faktor berusaha menjelaskan sebab-sebab kejahatan. Dari pemikiran itu, berkembanglah aliran atau mazhab-mazhab dalam kriminologi. Sebenarnya menjelaskan sebab-sebab kejahatan sudah dimulai sejak abad ke-18. Pada waktu itu, seseorang yang melakukan kejahatan dianggap sebagai orang yang dirasuk setan. Orang berpendapat bahwa tanpa dirasuk setan seseorang tidak akan melakukan kejahatan. Pandangan ini kemudian ditinggalkan dan muncullah beberapa aliran, yaitu aliran, yaitu aliran klasik, kartografi, tipologi dan aliran sosiologi berusaha untuk menerangkan sebab-sebab kejahatan secara teoritis ilmiah.
Aliran klasik timbul dari Inggris, kemudian menyebar luaskan ke Eropa dan Amerika. Dengan aliran ini adalah psikologi hedonistik. Bagi aliran ini setiap perbuatan manusia didasarkan atas pertimbangan rasa senang dan tidak senang. Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Perbuatan berdasarkan pertimbangan untuk memilih kesenangan atau sebaliknya yaitu penderitaan. Dengan demikian, setiap perbuatan yang dilakukan sudah tentu lebih banyak mendatangkan kesenangan dengan konsekuensi yang telah dipertimbangkan, walaupun dengan pertimbangan perbuatan tersebut lebih banyak mendatangkan kesenangan.
Tokoh utama aliran ini adalah Beccaria yang mengemukakan bahwa setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan kesenangan dan rasa sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut. Sementara itu Bentham (Weda, 1996:15) menyebutkan bahwa the act which i think will give me mosi plesseru. Dengan demikian, pidana yang berat sekalipun telah diperhitungkan sebagai kesenangan yang akan diperoleh.
Aliran kedua adalah kartographik para tokoh aliran ini antara lain Quetet dan Querry. Aliran ini dikembangkan di Prancis dan menyebar ke inggris dan Jerman. Aliran ini memperhatikan penyebaran kejahatan pada wilayah tertentu berdasarkan faktor geografik dan sosial. Aliran ini berpendapat bahwa kejahatan merupakan perwujudan dari kondisi-kondisi sosial yang ada.
Aliran ketiga adalah sosialis yang bertolak dari ajaran Marx dan Engels, yang berkembang pada tahun 1850 dan berdasarkan pada determinisme ekonomi (Bawengan, 1974:32). Menurut para tokoh aliran ini, kejahatan timbul disebabkan adanya sistem ekonomi kapitalis yang diwarnai dengan penindasan terhadap buruh, sehingga menciptakan faktor-faktor yang mendorong berbagai penyimpangan.
Aliran keempat adalah tipologik. Ada tiga kelompok yang termasuk dalam aliran ini yaitu Lambrossin. Mental tester, dari psikiatrik yang mempunyai kesamaan pemikiran dan mitologi, mereka mempunyai asumsi bahwa beda antara penjahat dan bukan penjahat terletak pada sifat tertentu pada kepribadian yang mengakibatkan seseorang tertentu berbuat kejahatan dan seseorang lain tadi kecenderungan berbuat kejahatan mungkin diturunkan dari orang tua atau merupakan ekspresi dari sifat-sifat kepribadian dan keadaan sosial maupun proses-proses lain yang menyebabkan adanya potensi-potensi pada orang tersebut (Dirjosisworo, 1994:32).
Ketiga kelompok tipologi ini berbeda satu dengan yang lainnya dalam penentuan ciri khas yang membedakan penjahat dan bukan penjahat. Menurut Lambroso kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu dikatakan bahwa “criminal is born not made” (Bawengan, 1974).
Ada beberapa proposisi yang di kemukakan oleh Lambroso, yaitu : (1) penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe yang berbeda-beda, (2) tipe ini biasa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti tengkorak yang asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut panjang yang jarang dan tahan terhadap rasa sakit tanda ada bersamaan jenis tipe penjahat, tiga sampai lima diragukan dan di bawah tiga mungkin bukan penjahat, (3) tanda-tanda lahirilah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku kriminal.
Ciri-ciri ini merupakan pembaharuan sejak lahir, (4) karena adanya kepribadian ini, maka tidak dapat menghindar dari melakukan kejahatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan, dan (5) penjahat-penjahat seperti pencuri, pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh tanda tertentu.
Setelah menghilangnya aliran Lambroso, muncullah aliran mental tester. Aliran ini dalam metodologinya menggunakan tes mental. Menurut Goddart (Weda, 1996:18), setiap penjahat adalah orang yang feeble mindedness (orang yang otaknya lemah). Orang yang seperti ini tidak dapat pula menilai akibat perbuatannya tersebut. Kelemahan otak merupakan pembawaan sejak lahir serta penyebab orang melakukan kejahatan.
Kelompok lain dari aliran tipologi adalah psikiatrik. Aliran ini lebih menekankan pada unsur psikologi, yaitu pada gangguan emosional. Gangguan emosional diperoleh dalam interaksi sosial oleh karena itu pokok ajaran ini lebih mengacu organisasi tertentu daripada kepribadian seseorang yang berkembang jauh dan terpisah dari pengaruh-pengaruh jahat tetap akan menghasilkan kelakuan jahat, tanpa mengingat situasi-situasi sosial.
Aliran sosiologis menganalisis sebab-sebab kejahatan dengan memberikan interpretasi, bahwa kejahatan sebagai “a function of environment”. Tema sentral aliran ini adalah “that criminal behaviour results from the same processes as other social behaviour”. Bahwa proses terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya, termasuk tingkah laku yang baik. Salah seorang tokoh aliran ini adalah Sutherland. Ia mengemukakan bahwa perilaku yang dipelajari di dalam lingkungan sosial. Semua tingkah laku sosial dipelajari dengan berbagai cara.
Munculnya teori Asosiasi diferensial oleh Sutherland ini didasarkan pada sembilan proposisi (Atmasasmita, 1995:14-15) yaitu :
a)    Tingkah laku kriminal dipelajari
b)    Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunitas.
c)    Bagian yang terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi di dalam kelompok-kelompok orang intim/ dekat.
d)    Ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk (a) teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sulit, kadang sangat mudah dan (b) arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap.
e)    Arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari aturan-aturan hukum apakah ia menguntungkan atau tidak
f)     Seseorang menjadi delikuen karena definisi-definisi yang menguntungkan untuk melanggar hukum lebih dari definisi-definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum.
g)    Asosiasi diferensial itu mungkin bervariasi tergantung dari frekuensinya, durasinya, prioritasnya dan intensitasnya.
h)    Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan pola-pola kriminal dan arti kriminal melibatkan semua mekanisme yang ada di setiap pembelajaran lain.
i)      Walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut, karena tingkah laku non kriminal juga ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.
Pada awal 1960-an muncullah perspektif label. Perspektif ini memiliki perbedaan orientasi tentang kejahatan dengan teori-teori lainnya. Perspektif label diartikan dari segi pemberian nama, yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian nama atau pemberian label oleh masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya (dirdjosisworo, 1994:125).
Menurut Tannenbaum (Atmasasmita 1995:38) kejahatan tidak sepenuhnya merupakan hasil dari kekurang mampuan seseorang tetapi dalam kenyataannya, ia telah dipaksa untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya.
Lemert (Purnianti, 1994:123) menunjukkan adanya hubungan pertalian antara proses stigmatisasi, penyimpangan sekunder dan konsekuensi kehidupan karir pelaku penyimpangan atau kejahatan. Yang diberi label sebagai orang yang radikal atau terganggu secara emosional berpengaruh terhadap bentuk konsep diri individu dan penampilan perannya.
Pendekatan lain yang menjelaskan sebab-sebab kejahatan adalah pendekatan sobural, yaitu akronim dari nilai-nilai sosial, aspek budaya, dan faktor struktur yang merupakan elemen-elemen yang terdapat dalam setiap masyarakat (Sahetapy, 1992:37). Aspek budaya dan faktor struktural merupakan dua elemen yang saling berpengaruh dalam masyarakat. Oleh karena itu, kedua elemen tersebut bersifat dinamis sesuai dengan dinamisasi dalam masyarakat yang bersangkutan. Ini berarti, kedua elemen tersebut tidak dapat dihindari dari adanya pengaruh luar seperti ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagainya. Kedua elemen yang saling mempengaruhi nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dengan demikian, maka nilai-nilai sosial pun akan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan aspek budaya dan faktor struktural dalam masyarakat yang bersangkutan.

Cara mengatasi konflik :

Sementara itu, untuk menyelesaikan konflik, secara teoretis ada banyak sekali model, namun dalam tulisan ini hanya akan di sajikan beberapa model saja. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, model penyelesaian berdasarkan sumber konflik. Dalam model ini, untuk bisa penyelesaian konflik dituntut untuk terlebih dahulu diketahui sumber-sumber konflik: apakah konflik data, relasi, nilai, struktural, kepentingan dan lain sebagainya. Setelah diketahui sumbernya, baru melangkah untuk menyelesaikan konflik. Setiap sumber masalah tentunya memiliki jalan keluar masing-masing sehingga menurut model ini, tidak ada cara penyelesaian konfliktunggal.
Kedua, model Boulding. Model Boulding menawarkan metode mengakhiri konflik dengan tiga cara, yakni menghindar, menaklukkan, dan mengakhiri konflik sesuai prosedur. Menghindari konflik adalah menawarkan kemungkinan pilihan sebagai jawaban terbaik. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa ini hanya bersifat sementara agar kedua pihak dapat memilih jalan terbaik mengakhiri konflik. Menaklukkan adalah pengerahan semua kekuatan untuk mengaplikasikan strategi perlawanan terhadap konflik. Mengakhiri konflik melalui prosedur rekonsiliasi atau kompromi adalah metode umum yang terbaik dan paling cepat mengakhiri konflik.
Ketiga, model pluralisme budaya. Model pluralisme budaya, dapat membantu untuk melakukan resolusi konflik. Misalnya, individu atau kelompok diajak memberikan reaksi tertentu terhadap pengaruh lingkungan sosial dengan mengadopsi kebudayaan yang baru masuk. Inilah yang kemudian disebut sebagai asimilasi budaya. Selain asimilasi, faktor yang bisa membuat kita menyelesaikan konflik adalah akomodasi. Dalam proses akomodasi, dua kelompok atau lebih yang mengalami konflik harus sepakat untuk menerima perbedaan budaya, dan perubahan penerimaan itu harus melalui penyatuan penciptaan kepentingan bersama.
Keempat, model intervensi pihak ketiga. Dalam model ini ada beberapa bentuk, yakni coercion, arbitrasi, dan mediasi. Coercion adalah model penyelesaian konflik dengan cara paksaan, di mana masing-masing pihak dipaksa untuk mengakhiri konflik. Arbitrasi adalah penyelesaian konflik dengan cara mengambil pihak ketiga untuk memutuskan masalah yang terjadi, dan keputusan pihak ketiga harus dipatuhi oleh masing-masing pihak.

Cara mengatasi kriminalitas :
  1. Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat.
  2. Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak.
  3. Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai busaya bangsa sendiri.
  4. Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural; seperti sekolah, pengajian, dan organisasi masyarakat.
Sumber referensi :

Persamaan kedudukan warga Negara



Warga Negara tanpa melihat perbedaan ras, suku, agama, dan budaya nya memiliki kedudukan yang sama dalam hal-hal sebagai berikut :
a.       Persamaan politik
Persamaan dibidang pollitik misalnya memperoleh kesempatan yang sama untuk memilih dan dipilih, berkesempatan sama untuk menjadi pejabat politik, serta kesempatan yang sama untuk berpatisipasi dalam kehidupan politik Negara. Persamaan dibidang hukum contohnya perlakuan yang sama didepan hukum dan tidak ada diskriminasi dalam penerapan peraturan perundang-undangan.
Dasar hukum persamaan kedudukan di bidang politik adalah:
·         Pasal 27 ayat 1 UUd 1945 yang menyatakan : ”segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya.”

b.      Persamaan ekonomi
Persamaan dibidang ekonomi adalah setiap warga Negara mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi. Dasar hukum persamaan kedudukan di bidang ekonomi adalah :
·         Pasal 33 ayat1 : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan. “
·         Pasal 33 ayat2 : “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.”

c.       Persamaan social
Persamaan social mencakup kemerdekaan untuk beragama dan mengembangkan kehidupan keagamaan, kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, jaminan social, dan hak mengembangkan budaya. Dasar hukum persamaan kedudukan dibidang social adalah :
·         Pasal 29 ayat 1 menyatakan : “Negara berdasar atas ketuhananYang Maha Esa.”
·         Pasal 31 ayat 2 menyatakan : “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.”
                                     
Sumber referensi : Wijianto, pendidikan kewarganegaraan

Fungsi dan Tanggung jawab mahasiswa sebagai generasi muda dalam meningkatkan rasa nasionalisme.



Mahasiswa sebagai generasi muda berperan aktif dalam meningkatkan rasa persatuan dan rasa kesatuan atau rasa nasionalisme. Adapun fungsi dan tanggung jawab mahasiswa sebagai generasi muda dalam wujud rasa nasionalisme antara lain :
1.      Dapat membangun rasa persaudaraan, perdamaian, solidaritas, anti kekerasan antar kelompok mahasiswa atau kelompok masyarakat dengan didasari semangat persatuan.
2.      Dapat mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Indonesia agar tetap di cintai warga negaranya.
3.      Kesediaan menyelesaikan masalah bersama dan berpatisipasi di dalamnya dengan dasar semangat persatuan.
4.      Menerima, mengakui dan menghargai sepenuhnya keanekaragaman yang ada pada diri bangsa Indonesia.
5.      Mahasiswa bersedia mempertahankan , memberi dan memajukan Negara dan nama baik bangsanya.
6.      Cinta pada tanah air Indonesia dan rela berkorban atau mempunyai sikap patriotism.
7.      Menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan sendiri dan golongan atau kelompoknya.

Sumber referensi : Wijianto, pendidikan kewarganegaraan jilid 1